Gunung Argopuro di Jawa Timur, berdiri gagah di dataran tinggi Yang seluas 14.177 Ha, dgn tinggi 3.088 mdpl. Sebenarnya kurang cocok menjelajah daerah ini di akhir tahun, sebab kawasan yang kaya akn cemara dan edelweis ini tidak dapat menyuguhkan keelokannya pd bulan desember. Tetapi harta karun peradaban zaman majapahit berupa bekas reruntuhan istana dewi rengganis yg terdapat di puncak selatan; bersebelahan dengan puncak argopuro, plus kesempatan bertemu sahabat-sahabat baru merupakan daya tarik tersendiri bagiku. Ini perjalanan pertama ke propinsi yg sarat akan hal2 mendebarkan ini :)
Argopuro dapat ditempuh dari 2 jalur, Desa Baderan di Situbondo atau lewat Bremi di Probolinggo.Kedua jalur ini memiliki kesulitannya tersendiri, Bremi dengan jurang, hutan lumut, pepohonan yg rapat dan Baderan dengan tanjakan yg seolah tak ada ujungnya. Menjelajah ke kawasan ini juga berarti harus mempersiapkan fisik yg kuat, karena jalur yg cukup panjang dan melelahkan, tanaman dancuk'an yg siap menyengat saat kita lengah serta hujan bulan desember yg turun dan berhenti tanpa peringatan.
Tanaman dancuk'an
Memulai dari jalur Bremi, dengan medan bergelombang selama hampir 7 jam menuju puncak Yang, melewati hutan lumut, kami dihadapkan dengan kemistisan Danau Taman Hidup. Unik dengan kabut yang senantiasa menutupi permukaannya, namun indah dengan padang rumput yang mengitari. Danau ini adalah surga kehidupan bagi beragam jenis satwa, rusa, kijang, macan, yg dipercaya masih hidup di kawasan ini.
Danau taman hidup
Beranjak dari Danau Taman Hidup, perjalanan semakin memasuki kelebatan hutan cemara yang berselimutkan lumut hijau tebal. Sebelum mendapati Aek Keneng yg mengalir sepanjang tahun, ada tempat yg disebut Bukit Sisinyal, dimana ada satu spot; ditandai dengan sebuah paku yg ditancapkan di batang satu pohon cemara, disebut dapat menerima sinyal telepon. Aku mencoba dan tak dapat, karena harus memanjat sedikit untuk dapat mencapai spot yg dimaksud. Akhirnya, Aek Keneng dengan air yang manis menyejukkan tenggorokan. Hanya berupa aliran sungai mungil, namun tak pernah kering meski di musim kemarau. Berjalan sekitar 2 jam, kami tiba di savana luas tempat kami mendirikan kemah malam pertama.
Pos pendakian sisentor
Puncak Rengganis
Kembali ke sisentor, bermalam dan melepas lelah, kami berangkat pulang. Kali ini menuju Baderan, lagi mendaki dinding bukit dan melewati padang rumput yg indah dengan pucuk2 ungu merahnya di sanding batang2 kuning. Kami bersemangat dijanjikan kemolekan sikasur, savana luas yang disebut2 pernah menjadi lokasi pendaratan pesawat zaman penjajahan jepang. Dan disinilah, sikasur, dengan padang rumput luas, sungai mengalir tenang, dipenuhi selada air yang segar, lalapan makan siang, kami melepas lelah sejenak. Sejauh mata memandang adalah keindahan dalam warna hijau yang cantik berpadu langit biru luas. Terima kasih Tuhan..
Alun alun Sikasur dan sungai kecilnya
Perjalanan pulang, melewati mata air dua, banyak menurun meski masih ada satu dua tanjakan. Sebelum pos terakhir, masih ada pemandangan perkebunan penduduk dengan disebelah kiri jurang yang nun jauh di seberangnya hamparan hutan luas dengan air terjun bersilangan menambah keagungan senja. Lalu tiba di Bremi, membersihkan diri untuk kemudian beranjak pulang menuju
Dan perjalananku belumlah berakhir..
(photo2 on behalf of friends...)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar