Kamis, 20 Oktober 2011

Borneo...

Lama sudah. Ingin menjejak kaki di tanah ini sedari dulu. Menanti saat mencium bau tanah dan harum udara saat pertama tiba. Ada sedikit keinginan, menyentuh dan mungkin menciumnya sekilas, tapi takut saja dikatai norak. Hahahaha. Pulau per pulau serasa keajaiban bagiku. Ada 'rasa' dan bau berbeda dari setiapnya. Dulu pernah kukatakan pada seorang teman, namun dia menganggapnya sambil lalu.
Tak apa. Aku yang merasa, inderaku membauinya.

Di satu ketika menginjak pulau jawa, Jogja. Mistis, harum terasa. Teman seperjalanan bilang tak ada. Ketika backpack dan hopping island, Flores menyambut dengan ramah, tanahnya berbau serasa menanti kue dipanggang, harum sekaligus panas. Lombok, sedikit mengecewakan, hanya sedikit rasa, ibarat mencobai jambu kampung, kelat. Namun pertemuan kedua, aku menyukainya. Harumnya hingga kinipun masih terasa. Nias di musim hujan, bau humus lembab. Seperti roti bantal yang tak tersentuh dua hari. Ketika hari beranjak terang, pun masih tak terbiasa. Mentawai, menyisakan haru. Saat mengingatnya, aku menginginkan segelas kopi susu. Simeulue, keliaran jiwa, harum pasir dan kepiting kelapa. Lembata saat senja, tanah berdebu dan harum pucuk - pucuk jambu mete. Sabang dengan rasa asin yang tak hilang - hilang. Terlalu banyak kurasa. di pulau Bangka, bau timah bercampur lembabnya udara malam. Tidak menyenangkan di malam hari, namun matahari menjanjikan keriangan dalam sepiring empek2. Sumbawa, yahh aku mesti mengakui, tak ada yang tertinggal dalam penciuman dan rasaku. Bali, sang pulau dewata, ibarat mengunyah keripik singkong. Renyah, bersemangat.

Dan Borneo. entahlah, kecuali panas yang tak henti, udara yang terasa lengket. dan tanahnya, hanya sedikit tercium kering. Ibarat mendapatkan sepotong roti bakar, atau ilalang yang hangus. Namun menyenangkan. Mungkin masih belum biasa.
Besok, ada waktuku membauinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar