Jumat, 18 Mei 2012

Belum ada judul...

Panas menyengat..
Sikka di bulan Mei, masih panas meski kemarin malam langit membasahi bumi. Hari ini hari raya kenaikan Yesus, sang Almasih. Meski mayoritas, aku tidak terlalu melihat kerumunan manusia sepulang ibadah. Yah, memang tidak sepopuler perayaan kematianNya, paskah.
Hey, aneh juga... Baru terpikirkan olehku, Tubuh yang bangkit kembali itu tidak disambut semeriah ketika Dia berkorban nyawa. Apakah bukti manusia terbiasa memberi perhatian besar saat membutuhkan pertolongan saja, yg dalam hal ini keselamatan? Ah, aku sedang beromong kosong.

Masih di perjalanan.. Motor tanpa spion, tanpa klakson, dengan kabel starter yang diselotip saja. Menuju Magepanda, desa indah di utara Maumere. Berpanorama laut biru dan perbukitan terukir indah. Bertemu om Piet. Si Ketua kelompok Tani, merangkap Ketua BPD. Kami mengundang diri, bersantai di halaman rumahnya yang rindang, disuguh air kelapa muda. Berbincang tentang pemberdayaan, heterogenitas desanya dan betapa sulit memulai sesuatu seperti pendampingan masyarakat tanpa menunjukkan bukti terlebih dahulu.

Om Piet berfilosofi, ada 3 jenis manusia di desanya. Mereka yang Merpati, yang Pedati dan yang Sejati. Wah wahh, dalam hati aku bergumam, hebat jg si Om. Dengan penampilan kaos oblong dan celana pendek, dia melanjutkan. 'Merpati itu tipe yang disebar makanan datang berkerumun, dan ketika habis langsung kabur, Pedati itu harus didorong, kemana-mana kami perangkat desa atau pengurus kelompok harus mati-matian tarik ulur. Kalau tidak tak mau jalan. Dan terakhir Sejati, yang tanpa pamrih, tanpa imbalan'. Whoaa.. Tadinya datang dengan banyak rencana, mencoba pintar dan sok tau. Nyatanya malah mendapatkan ilmu baru. Gaya bahasa dan cara pikir si om petani ini sudah sangat maju, malah beberapa kata-katanya mesti kucerna dua tiga kali. Siapa bilang masyarakat timur jauh tertinggal?

Kembali ke kota Maumere, ibukota Sikka, perbincangan tadi masih terngiang di telingaku. Saat-saat seperti inilah momen terbaik dalam pekerjaanku. Bertemu kearifan dalam perbincangan dari mereka yang memahami diri dan sekitarnya. Alih-alih memberi, aku justru seringkali mendapat ilmu baru.
Matahari senja masih saja panas, lengket. Dari puncak jalan menanjak, Magepanda tampak elok. Sawah menguning yang sedang dipanen, anak-anak kecil bermain bola dengan latar perbukitan artistik, dan laut biru membentang seluas langit. Tadi kami mampir sebentar ke pantai itu, ke tepian tebing dimana Wairnokrua, mata air sang pastor. Dipercaya menyembuhkan penyakit. Indahh...

Segelintir Flores di satu sore. Apa jadinya jika aku menghabiskan satu purnama di pulau ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar