Jumat, 23 Juli 2010

Jakarta, a contemplation


Tiga kata, crowded, magnificent, and home… Meski bkn utk yg pertama kali, aku ingat kmrn menjejak kaki dsini. Bingung mau tgl dmana, untungnya dah ada temn yg coba kberuntungannya dsini. Lalu, dimulailah prjalanan harianku, untungnya lg aku ga sendirian berkelana d rimba besar ini (Indonesia bgt, untung melulu). Dan kata pertama terbukti, crowded, banget… bikin pusing, ga bs nafas, pgn ninju org, pgn teriak, pokoknya bkn banyak keinginan, yg setelah d akumulasi tak satupun yg positif.

Balik k kost… aku baru tau, trnyata people living in big cities pnya cara khusus buat brkomunikasi, bah tak pernah terpikirkan olehku. Selagi aku ceroboh melakukan berbagai hal, tiba2 saja tembok ruang tamu n kmr mandi memajang “pesan hari ini”. Throw that kind of rubbish into special bag please! atau Put everything in place please! semntara setiap saat aku toh ketemu dgn sang redaktur pesan tsbt. Untk kesopanan atau sebegitu jauhkah sudah rasa berbagi kata?? mgknkah terlalu sibuk? atau malah ‘ga pntinglah buat diomongin face to face’?

Today’s schedule, balik lg nyusurin busway yg still crowded (oh yeah, this kind of transportation is so popular that you won’t expect to get a free seat for the money you spent). Beautiful day…. aku blg magnificent sbg kt kduaku, meski dlm kabut asap pabrik, still pemandangan kotak2 tinggi itu bkn aku kagum (maklum yg biasa aku liat perkampungan dgn ladang padi, dan jalnan aspal kota berbukit yg sepi dgn tahi sapi yg msh merajai jalanan). Magnificent dgn lingkaran fly over yg kerap bkn aku bngung dan hilang konsep arah hahaha… Magnificent karena kt org hidup sungguh sulit di kota ini, msh saja setiap hari berbondong para pncari nafkah ngantri d stasiun kota (biar ktnya ktp d razia, nothing to lose deh, plng ga bs liat puncak monas dr kejauhan)

Still today, aku liat seorang ptgs busway brseragam di semprot sm seorang bpk, yg kebetulan an expatriate. D tengah rasa malunya krn sindiran sang bpk, s ptugas mlh mkn membuat dirinya terpojok dgn tak mngindahkan teguran si bpk yg dgn semangat memuntahkan kata2,“kamu itu seorang petugas, berseragam pula, bukannya kamu seharusnya kasi contoh yg baik dgn peraturan yg departemen kamu buat sendiri??”. Nah kena deh, aku ikut trtawa brsama pnumpang lain yg takjub dgn keterusterangan s bpk, miris memang. Mungkn kt blm siap mnghadapi kebiasaan bangsa eropa yg terbiasa mengucapkan hal2 secara langsung tanpa tedeng aling2.

And is home.. to everybody aku blg. Mulai dr yg berdasi dan yg tak punya pelindung kaki, mulai dr yg d bukain pintu setiap pagi sampai yg tak punya pintu utk d tutup. Mulai dr yg berseragam smpai yg hanya bersolo baju. Mulai dari sabang sampai merauke… Home to every nation (bhkan d tnh abg begitu bnyak transaksi yg dlakukan dlm bahasa planet).

Kota ini bgtu menarik bnyk hati, ada yg hanya utk memiliki status by investing money on an exclusive place to live, though you’re not living there. Ada jg yg hanya brharap asal punya sepasang roda utk menarik gerobak sampah. Is it a home to me? Ada ungkapan yg pernah aku baca (atau dengar?) “Home is where your heart is”. Lalu aku brpikir, heart is smthing you can never venture. Jika hati adlh apartemen megah, prkantoran eksklusif, klub2 mahal, kios kain d pasar senen, gerobak sate, atau malah sebuah mangkuk yg selalu d tadahkan… It is home then. Apakah kota ini akn jd rumahku? (mngingat aku tak prnah berharap dtg kemari, this is a ridiculous question for me), atau bisakah jd rumahku? (bnyk yg angkat dagu hanya dgn blg ‘gue anak jakarta loh’ hehehe). This place is a dilemma. But I know, I’m still struggling and my heart is somewhere out there, calling for a home to rest…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar