Senin, 27 September 2010

Misa Sunyi dan Pukul Bantal..

Dua bulan?? Ah ya, aku sudah tak ikut misa dua bulan, delapan kali hari minggu tepatnya, dua kali gajian tanpa potongan.. betapa hebatnya.
Maaf Bapa…
Tadi alasanku adalah membantu persiapan lomba sampan di Nelayan. Kuanggap lebih penting, padahal sebenarnya aku bisa menyisihkan 1 jam pagiku. Excuse…lagi-lagi.
Selesai sudah kemeriahan itu… semua senang, mudah-mudahan. Bangga juga aku pada mereka, pada kesederhanaan yang sarat mengiringi kegiatan. Betapa lugunya, saat sang ketua memberi kata sambutan, dengan santai seorang ibu lewat sambil memanggil-manggil putra kecilnya. Belum lagi bapak setengah baya yang melongok2 catatan pidato pak Ketua, hingga dia harus berhenti sejenak dan menghadiahkan senyum malu-malu, hahahaha…
Ah, indahnya hari.
Sampan-sampan kayu tua, tak elok dan tak berwarna, berbaur dalam kilauan matahari di atas air sungai. Teriakan dan gemuruh tepuk tangan menyemangati para pemuda dusun yang sudah ketinggalan jauh dikalahkan pria2 dewasa bertangan kekar, berkulit legam yang menunjukkan betapa kerasnya hidup yang sudah mereka jalani.
Hei anak muda, betapa malunya, kamu kalah.
Suara gedebuk bantal berisi dedaunan kering terdengar dari sebelah sana. Para wanita dan anak-anak berlomba pukul bantal. Seru, tak ada banding.
Duduk di atas balok dilumur minyak gemuk, dua orang saling memukul sampai salah satu jatuh dan menyentuh air. Seringkali, yg paling banyak memukul lawan adalah yg jatuh duluan ke dalam air, sementara sang bertahan mampu menyeimbangkan duduknya dalam beruntunan pukulan. Pelajaran berharga, semakin banyak memukul semakin kamu mudah basah.
Di sudut lainnya, panitia menyusun tumpukan hadiah. Kali ini, juara satu lomba sampan mendapat beras ber-kg dan sekantung penuh mie instant. Oh, ditambah sedikit uang pembeli rokok. Sedang itu pel lantai dan selembar selimut untuk para juara harapan. Tumpukan piring plastik, lagi-lagi ditambah beberapa keping mie instant, untuk para penggebuk bantal. Tak ada yang butuh trophy.
Semua berlomba, semua menang, semua dapat hadiah…
Tepukan dan salam terimakasih, saling mengucap silih berganti. Senyum di wajah Ketua, di wajah ibu SekDes, di wajah Amran yg tadi jatuh bergedebuk bak durian melayang di air tenang. Gembira pedagang jagung jualannya ludes, dan pak tukang es krim mengorek-ngorek lapisan terakhir. Senang dan puas..
Betapa sempurnanya hari... seandainya saja, ya seandainya sebelumnya, aku tidak melewatkan diri di depan jeep tua sang romo yang terparkir anggun depan gereja kecil samping jalan rumah itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar