Minggu, 26 September 2010

Paradoks…….

What do you do for living??..

Setiap kali bertemu orang baru, aku pasti mendapat pertanyaan sama. Ya, apa yang aku lakukan, ringkasnya, kamu itu kerja apa?

Semasa kuliah, setiap pulang kampung minta jatah sama orang tua, aku mesti menekan rasa malu. Sudah gede, masih menadah tangan..

Teman sebaya malah kelihatan sangat santai, menetapkan jatah bulanan sendiri. Tentu mintanya ke orang tua dengan sedikit acting, bilangnya tambahan diktat, tugas ekstra, atau malah buat salam-salam dosen biar dapat nilai bagus, biar kuliah cepat selesai..

Buatku, pulang kampung untuk mengambil jatah bulanan berarti juga harus menahan sesak hati, melihat wajah ibu yg tiba-tiba resah (pastilah gaji bulanannya sudah habis buat belanja). Bapak sama saja, sudah tak bergaji dia, habis diagunkan untuk membangun petak rumah kecil itu. Meski seorang pendidik, malah harus cari makan mengandalkan motor bututnya.

Setahun berlalu, aku memutuskan untuk membuang sebagian waktu bersenang-senangku. Membatalkan keanggotaanku mapala-ku yang kudapat susah payah (cadangan soalnya hahaha..)

Memberi les sore buat sekumpulan anak-anak manja, yang lebih suka bergelayut dipunggungku daripada mendengar kosakata baru yang kuajarkan. Selalu pulang dengan tangan keseleo, punggung sakit.. Hingga masa akhir kuliah, aku kerap berganti kegiatan. Bukan pekerjaan, aku tdk menganggapnya kerja, belum.

Betapa banyak hari yang kulalui dengan satu tujuan, uang kuliah semester depan haruslah dari kantung kumalku. Menitip absen, berbohong pada Dosen (maaf ibu, oppungku yg itu memang sudah lama mati), mengejar bus terakhir dari SMU (tempat aku membawa remaja2 itu bertualang dalam dunia tenses yg njelimet) di kaki Sinabung, hingga satu2nya tempat yang tersisa adalah duduk di atas bus (ya, di atap bersama gerombolan keranjang kol, jeruk, bawang dan tomat) Tak mengapa…

Aku selesaikan kuliah dengan kebanggaan tersendiri, aku tidak memberatkan orang tuaku. Jatah bulanan diperkecil, hingga akhirnya hilang sama sekali..

Bertahun kemudian… Aku mendapati diri berada di nanggroe, negeri dimana adat dan tradisi sungguh berbeda dari yang kumengerti.

Bekerja dengan label humanitarian worker, aku datang dengan keinginan

berkarya bagi kemanusiaan (cieehh..) penuh semangat.

Sedikit terkejut, culture shock katanya, menemukan ragam wajah dari berbagai latar belakang. Mencoba berbaur, aku menikmati kegiatan yang kini boleh kusebut pekerjaan (ID cardku menabalkan itu).

Begitu bangganya aku, memulai hari dengan menyusun daftar kegiatan membantu mereka yang adalah korban tsunami. Setiap hari aku percaya, aku datang untuk melakukan kebaikan bagi orang lain, aku adalah perpanjangan tangan Tuhan (well, yah kalimat terakhir agak berlebihan)

Setahun berlalu, Gempa Jogja muncul, organisasi dimana aku bekerja ikut merespon, lalu akhir 2006 Banjir besar di Lhok Sukon turut menambah daftar pekerjaan. Stipendium yang cukup lumayan (dibanding kegiatan ekstra masa kuliahku) aku anggap bonus saja.

Tiga tahun berlalu, perasaan itu mulai terkikis, ketika sekelilingku mulai terlihat rakus, mengambil lebih dari yg seharusnya dia terima. Bahwa ini adalah respon terhadap kemanusiaan mulai tidak terasa. Kegiatan harian hanyalah jadwal yang harus dipenuhi. Label di Id card itu mulai kehilangan jiwanya. Saat kontrak kerja di sekelilingku mulai berakhir satu persatu, gerutuan dan komentar tak sedap mulai terdengar.

‘Kapan ya, ada bencana lagi, biar tetap dapat menikmati gaji bulanan’.. Aku tidak terkejut, dalam pikiran sadarku pun sering terlintas.. ketika semangat hidup daerah bencana telah bangkit, aku toh tidak akan diperlukan lagi. Lalu, kemana harus melangkahkan kaki? Apakah harus ada bencana baru, korban baru sehingga aku boleh bekerja? Apakah penderitaan orang lain adalah jalan menuju pemenuhan pundi-pundiku?

Betapa tidak manusiawinya…

Aku bisa saja menolak candaan ini, namun kenyataannya aku ada didalamnya. Aku butuh pemahaman baru akan apa yang aku lakukan. Mungkin seharusnya aku tidak mengganggap ini pekerjaan, karena ada rasa bersalah disana.

If You ask meO Dear Father

Of kingdom on earth or the one I love

No second thought would I compromise

To love someone should be my pride

Only when You ask me to choose

Those whom I love or the

Grace of You O Lord

Undeniable I will pack my heart

Because only through you

I will show them a sweeter love

I will deliver them a better word

I will embrace them a warmer hugs

I will bother them a bigger smile

I will serve them

A better me….


(Langkat September 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar